Untuk menggaet korbannya, John mengajak
berkenalan dan mengajaknya berhubungan lewat jejaring sosial tersebut.
“Dia ajak si korban, NH, untuk pacaran. Setelah menjalin hubungan selama
dua bulan dan mendapat kepercayaan dari NH, John berjanji akan mengirim
sekotak barang yang berisi uang US$ 50 juta atau setara dengan Rp 48
miliar dan sejumlah perhiasan,” ujar Hermawan.
Namun, dalam proses pengiriman, John
kembali menghubungi NH dan beralasan bila paket tersebut tertahan di Bea
dan Cukai. Agar paket tersebut bisa keluar, dia meminta NH mengirim
uang Rp 60 juta sebagai biaya proses di Bea dan Cukai. “Setelah uang
dikirim, dia minta lagi Rp 150 juta dengan alasan uang kiriman pertama
tidak cukup,” lanjutnya. Sayang, setelah uang terkirim, paket tidak
kunjung datang.
Dalam melancarkan kejahatannya, John juga menjalin hubungan asmara
dengan seorang perempuan Indonesia bernama Sanny A. Perempuan berusia
32 tahun itu ikut membantunya sebagai pembuka tiga rekening tabungan di
dua bank swasta untuk alat transaksi John dengan para korban. “John
bukan WNI dan paspornya hilang dari tahun lalu, jadi tidak bisa buka
rekening bank di sini,” kata Hermawan.
Berdasarkan laporan NH, penyidik Cyber
Crime pun meringkus John dan Sanny yang sedang jalan-jalan di pusat
perbelanjaan Roxi, Jakarta Barat. Dari rumah kontrakan John yang berada
di permukiman padat penduduk, Jalan Amsar Nomor 6, Cipulir, Jakarta
Selatan, polisi menyita uang tunai sebesar Rp 13 juta, tiga kartu
anjungan tunai mandiri dan buku rekening, surat izin mengemudi standar
internasional, dan belasan telepon genggam.
“Data transaksi di rekening diperkirakan
penipuan ini sudah dilakukan selama dua tahun, banyak korban, dan
berhasil menipu Rp 1 miliar,” ujar dia.
John dan Sanny pun dijerat Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan atau Pasal 28 ayat 1 junto Pasal 45
ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya
penjara antara enam hingga 12 tahun. “Pasti dia kena Undang-Undang
Keimigrasian juga karena paspornya tidak ada,” ujar Hermawan.
Selama 2011 ini, Polda Metro Jaya
telah menangkap lima warga negara asing yang melakukan penipuan melalui
Internet. Sebanyak empat orang berasal dari Nigeria dan satu orang
warga negara Liberia. Dalam melakukan kejahatannya, mereka menggunakan
modus biro jodoh, penipuan lewat Facebook, dan mengaku petinggi suatu
negara.
“Kami curiga mereka sindikat, tapi
selalu mengaku bekerja sendiri-sendiri. Untuk korban, kami harapkan
melapor. Jangan malu,” kata Hermawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar