Pages

Jumat, 10 Februari 2012

Makna Tembang Ilir-Ilir

Lir ilir lir ilir tanduré wis sumilir
Tak ijo royo – royo taksengguh temantèn anyar
Bocah angon bocah angon pènèkna blimbing kuwi
Lunyu – lunyu pènèkna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhahing pinggir
Dondomona jlumatana kanggo séba mengko soré
Mumpung padhang rembulané
Mumpung jembar kalangané
Ya suraka surak horé
Lagu ini konon kabarnya merupakan ciptaan sunan Kalijaga, ada juga yang berpendapat hasil karya sunan Bonang, lirik tembang atau lagu ini dulunya diciptakan untuk mediasi dan wahana dakwah Islam oléh para Walisanga, pendekatan budaya seperti ini dilakukan karena masyarakat Jawa kala itu masih kuat dengan tradisi Hindu. Maka untuk menyampaikan ajaran Islam di tengah – tengah masyarakat Jawa, maka dirasa perlu untuk mendekatinya melalui budaya salah satunya adalah melalui bahasa Jawa itu sendiri. Sebenarnya yang ingin disampaikan dalam lirik lagu tersebut adalah ;
  1. Memberitahukan bahwa adanya kabar baik, yang sumilir seperti tunas padi dipematang sawah, sebuah harapan baru.
  2. Yang terlihat begitu memikat indah, yang layak untuk disongsong selayaknya pengantin baru (datangnya wahyu ilahi) melalui nabi Muhammad.
  3. Bocah angon sebagai analogi dan perumpamaan hati para manusia itu sendiri.
  4. Selicin dan sesusah apapun hendaknya ikut memanjat (meraih) blimbing memiliki lima sisi yang menggambarkan 5 rukun Islam. Untuk membasuh dan sarana penyucian diri dari segala dosa.
  5. Karena pakaian (akhlak) manusia sudah mulai compang camping tidak karuan.
  6. Oleh karena itu hendaknya disucikan dan dibersihkan dengan Sahadat, Salat, Puasa, Zakat dan Haji, yang intinya mengajak manusia untuk ber ISLAM.
  7. Mumpung masih ada kesempatan, mumpung hayat masih dikandung badan ayo beramai – ramai menerima ajaran ISLAM.
Secara garis besar bisa ditarik kesimpulan begini :
Lirik ini mengabarkan dan mengajak kepada masyarakat Jawa tentang berita gembira telah datangnya nabi terakhir yaitu Muhammad dangan membawa ajaran tauhid ISLAM, yang siapapun berhak dan bisa mengimaninya tanpa ada perbedaan kasta, kedudukan, kekayaan, karena dalam Islam setiap manusia sama di hadapan Allah hanya ketaqwaan lah yang membedakannya, selagi manusia masih bernafas maka pintu hidayah dan pintu tobat akan selalu terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text